Hati-Hati Dengan Hutang, Resikonya Dibawa Sampai Liang Lahat, dan Ditagih Di Akhirat

"Ketika Nabi saw sampai di jalan, berdiri di tempat orang yang akan pergi ke medan jihad, terdengarlah panggilan yang didengar oleh seluruh manusia, 'Wahai manusia, barangsiapa yang mempunyai utang janganlah ikut perang. Karena kalau nanti gugur, dan tidak mempunyai tinggalan untuk membayarnya, hendaklah ia pulang saja. Jangan ikut aku, karena ia tidak akan pulang dalam keadaan cukup.'" (HR Razim, dari Abu Darda')

Hadits di atas menggambarkan betapa rumitnya berbicara masalah hutang. Islam mengajarkan kaum muslimin agar tidak menganggap ringan masalah ini. karena dapat mengakibatkan cacat diri sendiri, wibawa al-Islam wal-muslimin juga bisa ikut tercederai. 
Sebabnya sudah jelas, utang-piutang merupakan bagian dalam hidup dan bermu'amalah. Tetapi utang yang tidak dilunasi akan membuat cacat dan menghapuskan kewibawaan dan nama baik.

Utang merupakan masalah yang mengikat bagi manusia baik masih hidup di dunia, dan akan berlanjut sampai di liang lahat. Yang nantinya akan dihitung dalam hari pembelasan kelak.


Kecuali orang yang berutang karena dalam kondisi keterpaksaan lagi fakir. Orang yang dalam kondisi semacam ini (baca: fakir) berutang bukan untuk bermaksiat. Allah SWT akan mengkhususkan mereka yang masuk dalam kelompok ini, seperti diuraikan dalam sabdanya:


"Allah akan memangil orang-orang yang berutang nanti pada hari kiamat, lalu dipanggil di hadapan-Nya, kemudian dikatakan kepadanya, 'Hai manusia! Untuk keperluan apa engkau berutang? Dan untuk apa engkau sia-siakan hak orang-orang?' Ia menjawab, 'Ya Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui, bahwa aku mempunyai utang tidak untuk makan, tidak untuk minum, tidak untuk membeli pakaian, dan tidak pula untuk dihambur-hamburkan. Tapi aku berutang karena ada bencana alam, seperti kebakaran, kecurian, atau karena kerugian dalam perdagangan.' Allah berfirman, 'Benarlah hambaku. (Kalau memang begitu) Akulah yang lebih berhak membayar utangmu.' Lalu Allah meminta sesuatu, maka disimpan pada mangkuk timbangan amal. Maka amal-amal baiknya lebih banyak yakni lebih berat dari pada amal kejahatannya. Maka masuklah ia ke surga dengan berkat rahmat-Nya." (HR. Ahmad)

Jelaslah bahwa Allah memaafkan orang yang terpaksa berutang karena keadaannya yang sangat kritis dan orang yang tidak sanggup membayar utangnya karena mendapat malapetaka. Berbeda dengan orang yang berutang karena mengikuti hawa nafsunya.

Dalam cerita banyak orang yang utang malah sudah menjadi kegemarannya (penyakitnya). Setiap hari agenda 'wirid'nya menengok ke kanan ke kiri mencari utang. 

Berikut ini beberapa hal yang menjadi sifat kebanyakan manusia dalam menyikapi utang. Di antaranya adalah sebagai berikut,


Suka menunda

Suka menunda-nunda ternyata menjadi bagian dari sifat yang melekat dalam diri manausia. Manusia bukan cuma gemar mununda-nunda waktu, utang juga suka ditunda-tunda pembayarannya. Selalu ada saja pertimbangan yang muncul untuk tidak usah dibayar sekarang. 

Padahal uang sudah ada di tangan. Tapi pertimbangan semakin membayangi untuk menunda membayar. Alasan ini dan itu datang ke depan ketika pembayaran sudah seharusnya dilakukan.

Mengingatkan akan penyakit ummatnya yang sangat disayanginya ini, Rasulullah bersabda:

"Barang siapa yang mengambil harta orang (berutang), lalu ia mengembalikannya (melunasinya), niscaya Allah akan memberinya jalan untuk melunasinya; dan barangsiapa yang mengambilnya untuk dirusak (dihabiskan dengan tidak dibayar), maka Allah akan merusaknya." (HR.Bukhari)

Ingkar janji

Janji adalah sesuatu ketetapan yang dibuat oleh kita sendiri dan untuk dilaksanakan oleh kita sendiri. Menunaikan janji termasuk syarat ketaqwaan dan keimanan kepada Allah dan merupakan perbuatan yang disenangi oleh-Nya.

Menepati janji merupakan akhlaq yang mulia sebagai buah keimanan seseorang. Artinya, siapa yang tidak lagi menepati janjinya (mengingkari janjinya) berarti pertanda merosotnya keimanannya. Iman orang yang tidak lagi mengindahkan janji-janjinya telah ternoda.

"Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat menipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki(mu), sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan bagimu adzab yang besar. Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS An-Nahl: 95)

Perbandingan orang yang memenuhi amanahnya (menunaikan janjinya) dengan mereka yang mengingkari terdapat jarak yang jauh. Kebanyakan manausia lebih cenderung mengingkari janji-janjinya dari pada menegakkannya. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah dalam Surat al-A'raf: 102, "Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang -orang yang fasiq."

Mencermati ajaran agama, berbicara tentang utang ternyata bukan masalah yang bisa dibuat main-main. Konsekuensi utang ternyata dibawa sampai ke liang lahat, sampai manusia meninggal. Maka berhati-hatilah dalam behutang, karena berhutang bisa dikatakan sebagai opsi terkahir ketika sudah tidak ada pilihan lain. Berhutang lah dengan bijak, berhutang lah jika kebutuhan sudah tidak bisa lagi dipenuhi, tapi tetap berusaha untuk mengembalikannya. Dan jangan berhutang karena ingin memenuhi keinginan, karena keinginan tidak ada habisnya, walau sebanyak apapun kita memenuhinya.
Advertisement

Subscribe to receive free email updates: