Ringkasan Sejarah Muawiyah bin Abu Sufyan

Ringkasan Sejarah Muawiyah bin Abu Sufyan | Muawiyah bin Abu Sufyan merupakan pemimpin pertama / Raja pertama dari Bani Ummayah. Muawiyah adalah keturunan ke tiga dari Ummayyah dengan silsilah Muawiyah bin Sakhr (dikenal dengan sebutan Abu sufyan) Bin Harb Bin Ummayyah  bin Abu Sufyan. Muawiyah lahir di Makkah 15 tahun sebelum hijrah. Muawiyah bin abi sufyan masuk Islam ketika terjadi fathu makkah (penaklukan kota Makkah). Saat itu ia baru berusia 23 tahun. Ia juga menjadi salah seorang periwayat hadis yang baik, pribadinya cerdas, selalu optimis dan mahir dalam mengatur strategi pemerintahan.

Muawiyah diakui oleh kalangan Sunni sebagai salah seorang Sahabat Nabi, walaupun keislamannya baru dilakukan setelah Mekkah ditaklukkan. Kalangan Syi'ah sampai saat ini tidak mengakui Muawiyah sebagai khalifah dan Sahabat Nabi, karena dianggap telah menyimpang setelah meninggalnya Rasulullah SAW. Ia diakui sebagai khalifah sejak Hasan bin Ali, yang selama beberapa bulan menggantikan ayahnya sebagai khalifah. Dia menjabat sebagai khalifah mulai tahun 661 (umur 58–59 tahun) sampai dengan 680.

Setelah wafatnya khalifah Ali bin abi thalib, maka orang-orang irak mengangkat Hasan putra Ali sebagai khalifah. Setelah beberapa bulan memegang pemerintahan Hasan menyerahkan pemerintahan pada muawiyah supaya umat islam bersatu dan beliau pensiun dari pemerintahan kemudian menetap di madinah 

Di masa Muawiyah sistem pemerintahan berubah dari sistem kekhalifahan syura (musyawarah) ke sistem monarki (kerajaan) dan dinamakan daulah bani umayah, dinasti ini berumur 90 tahun. Khalifah pertamanya adalah Muawiyah bin abi sufyan.

Setelah terjadinya ketentraman dan persatuan dalam kedaulatan islam, Muawiyah mulai meluncurkan kampanye militer. Ke timur, Pasukan islam berhasil menaklukan Khurasan (663-671) dari arah Basrah,menyebrangi sungai Oxus,dan menyerbu Bukhara di Turkistan (674). Ke Barat, Gubernur Muawiyah di Mesir mengirim ekspedisi dibawah pimpinan Uqbabin Nafi untuk menaklukan Afrika Utara yang masih dikuasai Bizantium sampai Algeria. Ke Utara, menyerang Asia Kecil untuk melawan Bizantium. Muawiyah juga meluncurkan serangan sebanyak 2 kali meskipun tidak berhasil untuk mengepung Konstantinopel, armada penyerangan ini dipimpin oleh anaknya sendiri yaitu Yazid.

Untuk mengamankan tahtanya, dan memperluas batas wilayah Islam, Muawiyah sangat mengandalkan orang-orang Syam (Suriah), yang kebanyakan terdiri atas bangsa Arab Yaman dan mengenyampingkan umat Islam pendatang dari Hijaz. Menurut riwayat, Orang-orang Syam ini sangat loyal terhadap Muawiyah sejak beliau masih menjadi Gubernur Syam. Sebagai prajurit, memang kualitas Muawiyah lebih rendah dibandingkan dengan Ali bin Abi Thalib tetapi sebagai organisator militer, Muawiyah berhasil mencetak pasukan Syam menjadi satu kekuatan militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi. Dengan mengadopsi kerangka pemerintahan Bizantium, ia membangun sebuah negara yang stabil dan terorganisir.

Para sejarawan mencatatnya sebagai orang islam pertama yang membangun kantor catatan negara dan lanyanan pos yang kelak pada masa Abdul Malik bin Marwan menjadi sebuah lembaga yang menghubungkan berbagai wilayah kedaulatan islam yang luas. Selama berkuasa, kesuksesan Muawiyah ditunjang dengan kerjasamanya dengan pendukungnya, terutama Amru bin Ash, wakilnya di Mesir, Al Mughirah bin Syu’bah gubernur provinsi Kufah yang selalu bergolak, dan Abdullah bin Abihi penguasa Basrah. Ketiga orang ini bersama Muawiyah disebut sebagai empat politisi ulung Arab Islam. Ziyad digelari bin Abihi kerena ketidak jelasan identitas ayahnya. Ibunya adalah seorang budak di Taif yang dikenal Abu Sofyan. Pada awalnya Ziyad adalah pendukung Ali, tetapi pada saat kritis, Muawiyah mengakui Ziyad sebagai saudara sahnya.

Dalam diri Muawiyah, ketrampilan berpolitik berkembang. Ia memiliki kemampuan luar biasa untuk menggunakan kekuatan hanya ketika dipandang perlu dan sebagai gantinya lebih banyak menggunakan jalan damai. Kelembutannya yang sarat dengan kebijakan, yang ia gunakan agar tentara meletakan senjata dan membuat kagum musuhnya, sikapnya yang tidak mudah marah dan pengendalian emosi yang baik, membuatnya mampu menguasai keadaan.

Bagi para Khalifah Bani Umayah sesudahnya, Muawiyah merupakan teladan dalam kelembutan, semangat, kecerdasan, dan kenegarawanan yang berusaha mereka ikuti. Sebelum wafat, Muawiyah dengan menuruti nasehat Mughira, gubernur Kufah, untuk mengangkat putranya Yazid sebagai pengganti dirinya kelak. Hal ini menimbulkan kebencian kaum Syiah. Diantara orang-orang syi’ah yang pertama kali melancarkan permusuhan terbuka terhadap bani Umayyah adalah Hajar bin Adi. Ia mengkritik pedas Mughirah bin Syu’bah ,sang gubernur Kufah. Berhubung Mughirah bertipikal lemah lembut dan pemaaf,maka ia mengingatkannya akan akibat tindakannya.

Ketika Mughirah bin Syu’bah wafat, Muawiyah mengangkat Ziyyad sebagai gubernur Kufah. Maka Ziyyad mengirim surat kepada Muawiyah mengenai Hajar bin Adi. Oleh Muawiyah, Hajar bin Adi diundang ke Syam dan membunuhnya bersama pengikut setianya. 

Hal yang sedemikian sebagai satu contoh adalah sebagaimana yang berlaku ketika Muawiyah melantik puteranya,Yazid. Tindakan itu diambil dengan persetujuan rakyat dan karena itu dengan sendirinya menjadi satu bahan hujah kepada persoalan yang dibincangkan. Akan tetapi,Muawiyah sendiri bersikap lebih menyokong puteranya Yazid dibanding dengan calon penggantinya yang lain. Sebabnya dia lebih menitikberatkan kepentingan umum yang menghendaki adanya perpaduan dan harmoni di kalangan masyarakat itu, karena orang yang menguasai pemerintahan,yaitu Bani Umayyah,pada waktu itu setuju melantik Yazid.

Tidak ada motif lain dari Muawiyah. Hemahnya yang tinggi dan hakikat bahwa dia merupakan salah seorang dari sahabat-sahabat Nabi mencegah keterangan yang lain-lainnya. Fakta bahwa dia sering datang kepada para sahabat terkemuka, untuk dimintai nasihat, dan kenyataan bahwa mereka tidak memberikan pendapat (yang bertentangan) merupakan bukti tidak adanya kecurigaan atas dirinya. Mereka (para sahabat) tidak termasuk orang gegabah yang mengambil keputusan dalam masalah kebenaran, dan demikian pula Muawiyah tidak mudah seenaknya menerima kebenaran. Mereka mempunyai peranan masing-masing dalam masalah ini,dan keadilan mereka menahan diri mereka untuk bertindak sewenang-wenangnya. Mu'awiyah sendiri wafat pada tanggal 6 Mei 680. Dan digantikan putranya Yazid bin Muawiyah. Wafatnya Khalifah Muawiyah menyebabkan armada laut Arab mundur dari perairan Bosporus dan Aegea, sehingga untuk sementara waktu menghentikan penyerangan ke Konstantinopel.

Advertisement

Subscribe to receive free email updates: